Kenapa Pasangan Makin Jarang Komunikasi


Teknologi memang mempermudah kita untuk berkomunikasi dengan pasangan. Tetapi, hal ini justru bisa membuat Anda dan pasangan makin jarang untuk bertemu dan berbicara secara langsung.
Diketahui dari survei yang dilakukan oleh sebuah perusahaan asuransi, Esure, satu dari sepuluh pasangan menghabiskan lebih banyak waktu berkomunikasi melalui telepon, email dan chatting dibandingkan berkomunikasi secara langsung. 
Meningkatnya beban kerja adalah salah satu penyebab pasangan menghabiskan waktu berbicara dengan tatap muka kurang dari satu jam dalam sehari. Diketahui juga satu dari lima pasangan menghabiskan waktu hanya 15 menit sehari berbicara secara pribadi.
Pasangan rata-rata saling mengirim 1002 sms dan hampir 400 e-mail setiap tahunnya. Wanita rata-rata mengirim sms lebih banyak lebih banyak dari pria, rata-rata dua kali sms tiap harinya.
Dari 1.000 orang yang terlibat dalam survei diketahui sebanyak 13 persen selalu memeriksa akun Facebook pasangannya untuk mengetahui kegiatan mereka. Lalu, tidak termasuk waktu tidur, rata-rata pasangan hanya menghabiskan waktu untuk berkomunikasi dengan tatap muka hanya 45 menit hingga tiga jam per minggunya.
Sebanyak 51 menit dihabiskan dihabiskan dengan diam sambil menonton televisi dan 37 menit mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Lebih dari 27 persen pasangan mengaku tidak memiliki waktu untuk berkomunikasi secara tatap muka kecuali saat libur akhir pekan. Dari survei juga diketahui 41 persen pasangan lebih memilih menggunakan sms, email, chatting dan situs jejaring sosial untuk menyampaikan pesan daripada berbicara langsung.
"Kita bisa memberitahu gambaran perasaan, pada orang yang kita cintai atau benci hanya dengan mengklik tombol tanpa melihat reaksi nyata dari mereka. Sesekali jangan gunakan teknologi dan luangkanlah waktu untuk berkomunikasi langsung," kata Dr. Cecilia d’Felice, psikolog asal Inggris, seperti dikutip dari Daily Mail.

Komisi IX Ngebut Bahas RUU Kesehatan Jiwa


JAKARTA--Undang-undang Kesehatan Jiwa menjadi target Komisi IX DPR, melalui anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Demokrat, Novariyanti Yusuf mengatakan bahwa UU Kesehatan Jiwa akan lahir pada tahun 2011 mendatang. Menurut dia,  keberadaan UU ini sangat penting untuk memberikan pemihakan kepada orang-orang yang mengalami gangguan jiwa.
"Ini menjadi sangat penting, dimana UU tersebut kita bisa menerapakan, bagaimana mengurus dan menangani mereka (sakit jiwa) secara baik. Tidak dengan memasung, dan merantai mereka, karena itu bertentangan dengan hak asasi manusia," kata Nova saat seminar Urgensi UU Kesehatan Jiwa" di Gedung Nusantara I, DPR Senayan, Jakarta, Jumat.
Noriyu sapaan akrab Novariyanti Yusuf ini, mengatakan, tidak hanya UU yang menjadi prioritas utama, pihaknya juga mendesak adanya lembaga infrastruktur dan sumber daya manusia yang khusus menangani soal gangguan jiwa. Khususnya untuk memberikan pencegahan dini pada ganggua jiwa baik pada tahap ringan, sedang, maupun berat.  
"Kalau ringan supaya tidak menjadi berat dan gangguan jiwa yang sudah berat bisa terobati," kata Nova yang juga sekretaris Departemen Kesehatan DPP Partai Demokrat.
Saat ini, terang wanita yang juga penulis novel, banyak pihak cenderung memahami kesehatan fisik saja atau mengutip istilah umum bahwa dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. "Sekarang harus dibalik, dalam jiwa yang sehat akan ada fisik yang sehat," ujarnya.
Saat ditanya mengenai dukungan Partai Demokrat sendiri, Noriyu menegaskan jika partainya sangat mendukung penuh. "Partai selalu mendukung jika berhubungan dengan masyarakat luas," katanya.

Seribu Orang Meninggal Akibat Obat Kencing Manis


PARIS--Dalam beberapa tahun belakangan, sekitar lima ratus sampai seribu orang meninggal di Prancis akibat obat kencing manis yang juga digunakan sebagai obat penurun berat badan. Demikian laporan rahasia asuransi kesehatan Prancis yang dikutip oleh surat kabar Le Figaro, Jumat (15/10).
Obat bernama Mediator itu menurut penelitian menyebabkan keluhan jantung dan naiknya tekanan darah. Di samping Prancis, obat tersebut juga dipasarkan di Portugal, Siprus, dan Luksemburg. Obat sudah ditarik dari pasar semua negara karena risiko kesehatan.
Pemerintah Prancis mempertimbangkan untuk mengambil langkah hukum terhadap perusahaan farmasi servier. Perusahaan sebelumnya juga sudah menghentikan penjualan obat pendahulu mediator, yaitu isomeride. Obat tersebut juga menyebabkan keluhan jantung.

Rusunawa, Solusi tepat bagi nelayan Cilacap


Berlokasi di jalan Lingkar selatan, terletak disamping gedung HNSI atau di depan Kantor Pelabuhan Perikanan samudera Cilacap, Rusunawa dibangun dengan tujuan untuk memberikan fasilitas yang layak kepada masyarakat golongan menengah ke bawah yang belum mempunyai tempat tinggal, terutama bagi warga yang menetap dan bekerja di Kota Cilacap.
          Rumah susun Sederhana Sewa yang di kelola oleh Dinas Cipta Karya Kabupaten cilacap, merupakan bangunan Gedung bertingkat, yang dibangun dalam satu lingkungan, digunakan unutk tempat hunian yang dilengkapi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama, dengan memenuhi standar kebutuhan minimal dari Aspek Kesehatan, Keamanan dan Kenyamanan lingkungan.
          Solusi yang tepat bagi masyarakat nelayan khususnya, karena adanya hunian dengan sistem sewa yang telah disediakan secara layak, terjangkau didalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis serta berkelanjutan guna mendukung kebijakan Pemerintah Kabupaten Cilacap.
          Beberapa Sarana dan Prasarana Penunjang Rusunawa antara lain, Satu Komplek dengan kantor PPSC, Berdampingan dengan Kantor HNSI, TPI PPSC (100 m), Puskesmas (200 m), Kantor kelurahan (200 m), Sekolah Dasar (200 m), Pasar Tradisional (200 m), Wisata Teluk Penyu (500 m), RSUD Cilacap (2 km) serta Pusat Kota (1 km). Sedangkan Fasilitas Rusunawa meliputi; Bisnis yang terletak di seluruh lantai dasar serta Hunian berukuran 21 meter dengan ruang utama ukuran 5 x 4 meter, kamar mandi serta dapur, Air bersih (PAM), Listrik dengan daya 450 watt dan ruang jemuran.
          Tarif hunian Rusunawa untuk umum sebesar Rp.110.000 sampai Rp. 150.000 per bulan, sedangkan Nelayan dengan sewa Rp.80.000 sampai Rp.100.000 per bulan yang meliputi lantai I, II dan III.
    
     
Syarat umum dari penghuni Rusunawa yaitu, Warga Negara Indonesia. belum mempunyai rumah. berpenghasilan tetap dan maksimal jumlah anggota keluarga 3 sampai 4 orang (suami, istri dan 2 orang anak maksimal berusia 9 tahun) atau 3 orang dewasa serta membayar sewa 3 bulan di muka sebagai jaminan sewa kamar 2 bulan dan sewa kamar untuk 1 bulan. Disamping itu Rusunawa hanya untuk tempat tinggal/hunian, tidak sebagai tempat usaha atau gudang dengan lama tinggal penghuni minimal 6 bulan maksimal 3 tahun serta berdomisili dan bekerja di Kota Cilacap.
          Begitu antusiasnya masyarakat Cilacap dengan hadirnya Rusunawa,  terbukti sudah penuhnya hunian khusus nelayan di blok.A dan blok.B dengan jumlah 96 hunian.
Sedangkan hunian untuk umum yang terletak di blok.C dan blok.D .(cs)

Pria India Reinkarnasi 5 Kali Dalam Keluarga Yang Sama

Pengikut agama Hindu percaya akan reinkarnasi, percaya setelah orang meninggal akan lahir kembali, reinkarnasi dilahirkan kembali ke dunia ini terus menerus. Pada tanggal 26 Desembaer lalu ada laporan yang mengemukakan, seorang pemuda yang meninggal dalam kecelakaan mobil, pernah dengan bentuk tubuh sebagai lalat, lebah, dan ular reinkarnasi lima kali dalam keluarga yang sama.

Menurut Kantor Berita Pusat yang mengutip koran India "Asian Age" melaporkan bahwa di daerah Kasganj, Provinsi Uttar Pradesh yang berjarak 150km dari selatan-timur ibukota New Delhi, Ajay pemuda yang berumur16 tahun mengalami kecelakaan mobil awal pekan ini setelah meninggal, meninggalkan banyak kisah reinkarnasi yang benar-benar menakjubkan.


Laporan tersebut mengutip permbicaraan Rambeti nenek Ajay, ketika masih kecil Ajay sudah mengatakan kepada keluarganya bahwa, dari tahun 1984-1993, ia telah reinkarnasi lima kali dalam keluarga ini.

Rambeti mengatakan: "Pada awalnya, kami semua berpikir dia mengarang cerita, tapi ketika ia tumbuh dewasa, ia masih bersikeras pada argumen yang sama, dan menunjukkan bahwa reinkarnasinya pertama kalinya dalam keluarga ini adalah lahir pada tahun 1984 sebagai anak saya."

Tapi ketika Ajay tumbuh hingga enam tahun, seorang tetangga wanita yang karena jangka panjang tidak punya anak, hatinya timbul kebencian, dia menaruh racun dalam permen gula putih yang umum di ketemukan di pedesaan India, Ajay akhirnya meninggal karena keracunan, Rambeti berkata , peristiwa ini sangat sedikit diketahui orang, namun Ajay bisa secara detil mengatakannya, sehingga seluruh keluarga terkejut.

Laporan juga mengatakan, Ajay juga memberitahu keluarganya bahwa setelah dia meninggal keracunan, berturut-turut dia reinkarnasi menjadi lalat, lebah, dan ular reinkarnasi ke keluarga ini. Menurut Rambeti: "Ajay benar, pada tahun 1991 memang ada seekor ular di taman sana, namun dibunuh ibunya."

Ajay kemudian dilahirkan kembali sebagai putra dari putri Rambeti. Namun, tampaknya suatu kebetulan bahwa saat berusia dua tahun dia mati tersedak karena makan permen gula putih. Pada tahun 1993, Ajay sekali lagi bereinkarnasi menjadi putra menantu Rambeti, hingga pada minggu lalu dia meninggal dalam sebuah kecelakaan.

Rambeti mengungkapkan, keluarganya pernah membawa Ajay mengunjungi tempat-tempat kuil dan paranormal minta bantuan, ingin tahu apakah Ajay terlalu banyak fantasi. Dia bilang, namun bagaimana pun, keluarga yang masih sedih karena Ajay meninggal dalam kecelakaan mobil, sekarang mereka sedang prediksi Ajay akan dengan bentuk fisik apa lagi bereinkarnasi kembali.
 
sumber http://15meh.blogspot.com/2010/10/pria-india-reinkarnasi-5-kali-dalam.html

Adolf Hitler pun pernah Sembunyi di Indonesia


jika saja ada yang rajin menyimpan klipingan artikel harian “Pikiran Rakyat” sekitar tahun 1983, tentu akan menemukan tulisan dokter Sosrohusodo mengenai pengalamannya bertemu dengan seorang dokter tua asal Jerman bernama Poch di pulau Sumbawa Besar pada tahun 1960. Dokter tua itu kebetulan memimpin sebuah rumah sakit besar di pulau tersebut.
Tapi bukan karena mengupas kerja dokter Poch, jika kemudian artikel itu menarik perhatian banyak orang, bahkan komentar sinis dan cacian! Namun kesimpulan akhir artikel itulah yang membuat banyak orang mengerutkan kening. Sebab dengan beraninya Sosro mengatakan bahwa dokter tua asal Jerman yang pernah berbincang-bincang dengannya, tidak lain adalah Adolf Hitler, mantan diktator Jerman yang super terkenal karena telah membawa dunia pada Perang Dunia II!

Beberapa “bukti” diajukannya, antara lain dokter Jerman tersebut cara berjalannya sudah tidak normal lagi, kaki kirinya diseret. Tangan kirinya selalu gemetar. Kumisnya dipotong persis seperti gaya aktor Charlie Chaplin, dengan kepala plontos. Kondisi itu memang menjadi ciri khas Hitler pada masa tuanya, seperti dapat dilihat sendiri pada buku-buku yang menceritakan tentang biografi Adolf Hitler (terutama saat-saat terakhir kejayaannya), atau pengakuan Sturmbannführer Heinz Linge, bekas salah seorang pembantu dekat sang Führer. Dan masih banyak “bukti” lain yang dikemukakan oleh dokter Sosro untuk mendukung dugaannya.

Keyakinan Sosro yang dibangunnya dari sejak tahun 1990-an itu hingga kini tetap tidak berubah. Bahkan ia merasa semakin kuat setelah mendapatkan bukti lain yang mendukung ‘penemuannya’. “Semakin saya ditentang, akan semakin keras saya bekerja untuk menemukan bukti-bukti lain,” kata lelaki yang lahir pada tahun 1929 di Gundih, Jawa Tengah ini ketika ditemui di kediamannya di Bandung.

Andai saja benar dr. Poch dan istrinya adalah Hitler yang tengah melakukan pelarian bersama Eva Braun, maka ketika Sosro berbincang dengannya, pemimpin Nazi itu sudah berusia 71 tahun, sebab sejarah mencatat bahwa Adolf Hitler dilahirkan tanggal 20 April 1889. “Dokter Poch itu amat misterius. Ia tidak memiliki ijazah kedokteran secuilpun, dan sepertinya tidak menguasai masalah medis,” kata Sosro, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang sempat bertugas di pulau Sumbawa Besar ketika masih menjadi petugas kapal rumah sakit Hope.

Sebenarnya, tumbuhnya keyakinan pada diri Sosro mengenai Hitler di pulau Sumbawa Besar bersama istrinya Eva Braun, tidaklah suatu kesengajaan. Ketika bertugas di pulau tersebut dan bertemu dengan seorang dokter tua asal Jerman, yang ada pada benak Sosro baru tahap kecurigaan saja.

Meskipun begitu, ia menyimpan beberapa catatan mengenai sejumlah “kunci” yang ternyata banyak membantu. Perhatiannya terhadap literatur tentang Hitler pun menjadi kian besar, dan setiap melihat potret tokoh tersebut, semakin yakin Sosro bahwa dialah orang tua itu, orang tua yang sama yang bertemu dengannya di sebuah pulau kecil d Indonesia!

Ketidaksengajaan itu terjadi pada tahun 1960, berarti sudah dua puluh tahun lebih ia meninggalkan pulau Sumbawa Besar.

Suatu saat, seorang keponakannya membawa majalah Zaman edisi no.15 tahun 1980. Di majalah itu terdapat artikel yang ditulis oleh Heinz Linge, bekas pembantu dekat Hitler, yang berjudul “Kisah Nyata Dari Hari-Hari Terakhir Seorang Diktator”, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Try Budi Satria.

Pada halaman 59, Linge mula-mula menceritakan mengenai bunuh diri Hitler dan Eva Braun, serta cara-cara membakar diri yang kurang masuk di akal. Kemudian Linge membeberkan keadaan Hitler pada waktu itu.

“Beberapa alinea dalam tulisan itu membuat jantung saya berdetak keras, seperti menyadarkan saya kembali. Sebab di situ ada ciri-ciri Hitler yang juga saya temukan pada diri si dokter tua Jerman. Apalagi setelah saya membaca buku biografi ‘Hitler’. Semuanya ada kesamaan,” ungkap ayah empat anak ini.

Heinz Linge menulis, “beberapa orang di Jerman mengetahui bahwa Führer sejak saat itu kalau berjalan maka dia menyeret kakinya, yaitu kaki kiri. Penglihatannya pun sudah mulai kurang terang serta rambutnya hampir sama sekali tidak tumbuh... kemudian, ketika perang semakin menghebat dan Jerman mulai terdesak, Hitler menderita kejang urat.”

Linge melanjutkan, “di samping itu, tangan kirinya pun mulai gemetar pada waktu kira-kira pertempuran di Stalingrad (1942-1943) yang tidak membawa keberuntungan bagi bangsa Jerman, dan ia mendapat kesukaran untuk mengatasi tangannya yang gemetar itu.” Pada akhir artikel, Linge menulis, “tetapi aku bersyukur bahwa mayat dan kuburan Hitler tidak pernah ditemukan.”

Lalu Sosro mengenang kembali beberapa dialog dia dengan “Hitler”, saat Sosro berkunjung ke rumah dr. Poch. Saat ditanya tentang pemerintahan Hitler, kata Sosro, dokter tua itu memujinya. Demikian pula dia menganggap bahwa tidak ada apa-apa di kamp Auschwitz, tempat ‘pembantaian’ orang-orang Yahudi yang terkenal karena banyak film propaganda Amerika yang menyebutkannya.

“Ketika saya tanya tentang kematian Hitler, dia menjawab bahwa dia tidak tahu sebab pada waktu itu seluruh kota Berlin dalam keadaan kacau balau, dan setiap orang berusaha untuk lari menyelamatkan diri masing-masing,” tutur Sosrohusodo.

Di sela-sela obrolan, dr. Poch mengeluh tentang tangannya yang gemetar. Kemudian Sosro memeriksa saraf ulnarisnya. Ternyata tidak ada kelainan, demikian pula tenggorokannya. Ketika itu, ia berkesimpulan bahwa kemungkinan “Hitler” hanya menderita parkisonisme saja, melihat usianya yang sudah lanjut.

Yang membuat Sosro terkejut, dugaannya bahwa sang dokter mungkin terkena trauma psikis ternyata diiyakan oleh dr. Poch! Ketika disusul dengan pertanyaan sejak kapan penyakit itu bersarang, Poch malah bertanya kepada istrinya dalam bahasa Jerman.

“Itu kan terjadi sewaktu tentara Jerman kalah perang di Moskow. Ketika itu Goebbels memberi tahu kamu, dan kamu memukul-mukul meja,” ucap istrinya seperti ditirukan oleh Sosro. Apakah yang dimaksud dengan Goebbels adalah Joseph Goebbels, Menteri Propaganda Jerman yang terkenal setia dan dekat dengan Hitler? Istrinya juga beberapa kali memanggil dr. Poch dengan sebutan “Dolf”, yang mungkin merupakan kependekan dari Adolf!

Setelah memperoleh cemoohan sana-sini sehubungan dengan artikelnya, tekad Sosrohusodo untuk menuntaskan masalah ini semakin menggebu. Ia mengaku bahwa kemudian memperoleh informasi dari pulau Sumbawa Besar bahwa Poch sudah meninggal di Surabaya. Beberapa waktu sebelum meninggal, istrinya pulang ke Jerman. Poch sendiri konon menikah lagi dengan nyonya S, wanita Sunda asal Bandung, karyawan di kantor pemerintahan di pulau Sumbawa Besar!

Untuk menemukan alamat nyonya S yang sudah kembali lagi ke Bandung, Sosro mengakui bukanlah hal yang mudah. Namun akhirnya ada juga orang yang memberitahu. Ternyata, ia tinggal di kawasan Babakan Ciamis! Semula nyonya S tidak begitu terbuka tentang persoalan ini. Namun karena terus dibujuk, sedikit demi sedikit mau juga nyonya S berterus terang.

Begitu juga dengan dokumen-dokumen tertulis peninggalan suaminya kemudian diserahkan kepada Sosrohusodo, termasuk foto saat pernikahan mereka, plus rebewes (SIM) milik dr. Poch yang ada cap jempolnya. Dari nyonya S diketahui bahwa dr. Poch meninggal tanggal 15 Januari 1970 pukul 19.30 pada usia 81 tahun di Rumah Sakit Karang Menjangan Surabaya akibat serangan jantung. Keesokan harinya dia dimakamkan di desa Ngagel.

Dalam salah satu dokumen tertulis, diakuinya bahwa ada yang amat menarik dan mendukung keyakinannya selama ini. Pada buku catatan ukuran saku yang sudah lusuh itu, terdapat alamat ratusan orang-orang asing yang tinggal di berbagai negara di dunia, juga coretan-coretan yang sulit dibaca. Di bagian lainnya, terdapat tulisan steno. Semuanya berbahasa Jerman. Meskipun tidak ada nama yang menunjukkan kepemilikan, tapi diyakini kalau buku itu milik suami nyonya S.

Di sampul dalam terdapat kode J.R. KepaD no.35637 dan 35638, dengan masing-masing nomor itu ditandai dengan lambang biologis laki-laki dan wanita. “Jadi kemungkinan besar, buku itu milik kedua orang tersebut, yang saya yakini sebagai Hitler dan Eva Braun,” tegasnya dengan suara yang agak parau.

Negara yang tertulis pada alamat ratusan orang itu antara lain Pakistan, Tibet, Argentina, Afrika Selatan, dan Italia. Salah satu halamannya ada tulisan yang kalau diterjemahkan berarti : Organisasi Pelarian. Tuan Oppenheim pengganti nyonya Krüger. Roma, Jl. Sardegna 79a/1. Ongkos-ongkos untuk perjalanan ke Amerika Selatan (Argentina).

Lalu, ada pula satu nama dalam buku saku tersebut yang sering disebut-sebut dalam sejarah pelarian orang-orang Nazi, yaitu Prof. Dr. Draganowitch, atau ditulis pula Draganovic. Di bawah nama Draganovic tertulis Delegation Argentina da imigration Europa – Genua val albaro 38. secara terpisah di bawahnya lagi tertera tulisan Vatikan. Di halaman lain disebutkan, Draganovic Kroasia, Roma via Tomacelli 132.

Majalah Intisari terbitan bulan Oktober 1983, ketika membahas Klaus Barbie alias Klaus Altmann bekas polisi rahasia Jerman zaman Nazi, menyebutkan alamat tentang Val Albaro. Disebutkan pula bahwa Draganovic memang memiliki hubungan dekat dengan Vatikan Roma. Profesor inilah yang membantu pelarian Klaus Barbie dari Jerman ke Argentina. Pada tahun 1983 Klaus diekstradisi dari Bolivia ke Prancis, negara yang menjatuhkan hukuman mati terhadapnya pada tahun 1947.

“Masih banyak alamat dalam buku ini, yang belum seluruhnya saya ketahui relevansinya dengan gerakan Nazi. Saya juga sangat berhati-hati tentang hal ini, sebab menyangkut negara-negara lain. Saya masih harus bekerja keras menemukan semuanya. Saya yakin kalau nama-nama yang tertera dalam buku kecil ini adalah para pelarian Nazi!” tandasnya.

Mengenai tulisan steno, diakuinya kalau ia menghadapi kesulitan dalam menterjemahkannya ke dalam bahasa atau tulisan biasa. Ketika meminta bantuan ke penerbit buku steno di Jerman, diperoleh jawaban bahwa steno yang dilampirkan dalam surat itu adalah steno Jerman “kuno” sistem Gabelsberger dan sudah lebih dari 60 tahun tidak digunakan lagi sehingga sulit untuk diterjemahkan.

Tetapi penerbit berjanji akan mencarikan orang yang ahli pada steno Gabelsberger. Beberapa waktu lamanya, datang jawaban dari Jerman dengan terjemahan steno ke dalam bahasa Jerman. Sosrohusodo menterjemahkannya kembali ke dalam bahasa Indonesia. Judul catatan dalam bentuk steno itu, kurang lebih berarti “keterangan singkat tentang pengejaran perorangan oleh Sekutu dan penguasa setempat pada tahun 1946 di Salzburg”. Kota ini terdapat di Austria.

Di dalamnya berkisah tentang “kami berdua, istri saya dan saya pada tahun 1945 di Salzburg”. Tidak disebutkan siapakah ‘kami berdua’ di situ. Dua insan tersebut, kata catatan itu, dikejar-kejar antara lain oleh CIC (dinas rahasia Amerika Serikat). Pada pokoknya, menggambarkan penderitaan sepasang manusia yang dikejar-kejar oleh pihak keamanan.

Di dalamnya juga terdapat singkatan-singkatan yang ditulis oleh huruf besar, yang kalau diurut akan menunjukkan rute pelarian keduanya, yaitu B, S, G, J, B, S, R. “Cara menyingkat seperti ini merupakan kebiasaan Hitler dalam membuat catatan, seperti yang pernah saya baca dalam literatur yang lainnya,” Sosrohusodo memberikan alasan.

Dari singkatan-singkatan itu, lalu Sosro mencoba untuk mengartikannya, yang kemudian dikaitkan dengan rute pelarian. Pelarian dimulai dari B yang berarti Berlin, lalu S (Salzburg), G (Graz), J (Jugoslavia), B (Beograd), S (Sarajevo) dan R (Roma). Tentang Roma, Sosro menjelaskan bahwa itu adalah kota terakhir di Eropa yang menjadi tempat pelariannya. Setelah itu mereka keluar dari benua tersebut menuju ke suatu tempat, yang tidak lain tidak bukan adalah pulau Sumbawa Besar di Nusantara tercinta!

Ia mengutip salah satu tulisan dalam steno tadi : “Pada hari pertama di bulan Desember, kami harus pergi ke R untuk menerima suatu surat paspor, dan kemudian kami berhasil meninggalkan Eropa”. Ini, kata Sosro, sesuai dengan data pada paspor dr. Poch yang menyebutkan bahwa paspor bernomor 2624/51 diberikan di Rom (tanpa huruf akhir A)”. Di buku catatan berisi ratusan alamat itu, nama Dragonic dikaitkan dengan Roma, begitulah Sosro memberikan alasan lainnya.

Lalu mengenai Berlin dan Salzburg, diterangkannya dengan mengutip majalah Zaman edisi 14 Mei 1984. Dikatakan bahwa sejarah telah mencatat peristiwa jatuhnya pesawat yang membawa surat-surat rahasia Hitler yang jatuh di sekitar Jerman Timur pada tahun 1945. “Ini juga menunjukkan rute pelarian mereka,” katanya lagi.

Lalu bagaimana komentar nyonya S yang disebut-sebut Sosro sebagai istri kedua dr. Poch? Konon ia pernah berterus terang kepada Sosro. Suatu hari suaminya mencukur kumis mirip kumis Hitler, kemudian nyonya S mempertanyakannya, yang kemudian diiyakan bahwa dirinya adalah Hitler. “Tapi jangan bilang sama siapa-siapa,” begitu Sosro mengutip ucapan nyonya S.

Membaca dan menyimak ulasan dr. Sosrohusodo, sekilas seperti ada saling kait mengkait antara satu dengan yang lainnya. Namun masih banyak pertanyaan yang harus diajukan kepada Sosro, dengan tidak bermaksud meremehkan pendapat pribadinya berkaitan dengan Hitler, sebab mengemukakan pendapat adalah hak setiap warga negara.

Bahkan Sosrohusodo sudah membuat semacam diktat yang memaparkan pendapatnya tentang Hitler, dilengkapi dengan sejumlah foto yang didapatnya dari nyonya S. Selain itu, isinya juga mengisahkan tentang pengalaman sejak dia lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia hingga bertugas di Bima, Kupang, dan Sumbawa Besar. Ia juga telah mengajukan hasil karyanya ke berbagai pihak, namun belum ada tanggapan. “Padahal tidak ada maksud apa-apa di balik kerja saya ini, hanya ingin menunjukkan bahwa Hitler mati di Indonesia,” katanya mantap.

Bukan hanya Sosro yang mempunyai teori tentang pelarian Hitler dari Jerman ke tempat lain, tapi beberapa orang di dunia ini pernah mengungkapkannya dalam media massa. Peluang untuk berteori seperti itu memang ada, sebab ketika pemimpin Nazi tersebut diduga mati bersama Eva Braun tahun 1945, tidak ditemukan bukti utama berupa jenazah!

Adalah tugas para pakar dalam bidang ini untuk mencoba mengungkap segala sesuatunya, termasuk keabsahan dokumen yang dimiliki oleh Sosrohusodo, nyonya S, atau makam di Ngagel yang disebut sebagai tempat bersemayamnya dr. Poch.

Mungkin para ahli forensik dapat menjelaskannya lewat penelitian terhadap tulang-tulang jenazahnya. Semua itu tentu berpulang pada kemauan baik semua pihak...

sumber: http://jelajahunik.blogspot.com/2010/04/adolf-hitler-pernah-bersembunyi-di.html

Operasional PPS Cilacap

My Photo

My Video's

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes