Ucapkan Selamat Lebaran, SBY Serukan Perdamaian


Bogor - Presiden SBY mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1430 H kepada seluruh umat muslim di manapun mereka berada. SBY juga mengajak umat muslim membangun peradaban Islam yang cinta damai dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

"Saudara-saudara kaum muslimin dan muslimat di seluruh tanah air dan di mana pun saudara berada. Pada hari yang berbahagia ini saya mengucapkan selamat Idul Fitri 1430, minal aidzin wal faizin, mohon maaf lahir dan bathin," ucap SBY di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, (19/9/2009).

SBY berharap dengan kemenangan Hari Raya ini semua dapat meningkatkan keamanan dan ketakwaan serta ibadah kepada Allah Swt. "Semoga pula kita dapat mengatasi berbagai permasalahan dan tantangan baik bagi diri dan keluarga kita, maupun bagi bangsa dan negara tercinta," ucapnya.

SBY juga mengajak seluruh umat muslim untuk membangun peradaban Islam yang luhur dan mulia. Islam sebagai ramhat bagai seluruh alam. Islam yang mencintai perdamaian, keadilan, dan persaudaraan.

"Dan marilah kita melangkah ke depan dengan penuh optimisme terus berkarya dan bersama-sama membangun hari esok yang lebih baik," ajak SBY. (sho/ken)

Cerita Kelabang di Bangunan Daendels


Pasar Baru. Salah satu tempat warga Jakarta betransaksi ini masih berdiri sejak jaman penjajahan hingga kini.

Bermacam cerita muncul dari pasar yang kini menjadi pusat perdagangan sepatu dan pakaian.

Pasar ini dibangun pada masa penjajahan Belanda. Ketika itu Batavia -sebutan nama Jakarta di masa Hindia Belanda- dikepalai Gubernur Jenderal Daendels, sudah memiliki Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen.

Daendels pada tahun 1821 membuka sebuah sektor (semacam wilayah) baru. Sektor itu diberi nama Lapangan Gambir.

Sektor Lapangan Gambir dibuka setelah Gubernur Daendels telah membentuk pusat pemerintahan Hindi Belanda yang baru, daerah ini disebut Weltevreden ( tempat yang menyenangkan).

Kawasan ini berada di Lapangan Banteng dengan gedung pusat pemerintahan yang saat ini dipakai Departemen Keuangan.

Di sekitar Weltevreden telah ada pasar seperti Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen. Daendels saat itu perlu untuk membuat satu pasar lagi.

Dan untuk membedakan satu sama lain, Daendels menyebut pasar itu sebagai Pasar Baru artinya pasar yang baru dibangun.

Dalam perjalanannya, pada tahun 1928 perekonomian di Pasar Baru pernah mengalami kemerosotan yang drastis. Kerugian besar dialami para pedagang.

Bahkan, sekira 60 persen toko yang tidak mampu menahan resesi terpaksa ditutup. Karena sebagian besar dari mereka hanya menyewa, sehingga tidak dapat menahan resesi.

Ternyata, masyarakat Tionghoa yang menempati toko di Pasar Baru ketika tidak mempercayai kemerosotan ekonomi di Pasar Baru tidak semata akibat resesi.

Konon, setelah ditelisik ternyata yang menjadi masalah adalah adanya patung ayam di sebuah gereja yang terletak berdekatan dengan Pasar Baru.

Sebenarnya gereja yang dibangun antara tahun 1913-1915 itu sudah diberi nama Gereja Baru. Namun, karena ada patung ayam di atas menara petunjuk angin, masyarakat sekitar menyebutnya sebagai Gereja Ayam.

Menurut Ketua Asosiasi Pedagang Retail Pasar Baru Burhanudin, pasar baru jika dilihat dari atas, berbentuk seperti kelabang.

Sejumlah gang di Pasar Baru seperti kaki kelabang dengan Pasar Baru sebagai tubuhnya. Dalam kepercayaan Cina, kelabang sangat takut dengan ayam.

Bahkan, binatang berkaki banyak itu salah satu menu utama hewan bersayap itu. Karena patung ayam itu berhadapan langsung dengan Pasar Baru, seakan siap menerkam kelabang.

“Akhirnya, orang-orang Cina sini memanggil pakar Feng Shui dari Cina,” kata Burhanudin.

Pakar Feng Shui yang didatangkan langsung dari Negeri Tirai Bambu itu ternyata membenarkan kemerosotan di pasar ini disebabkan adanya patung ayam itu.

Untuk mengatasi hal tersebut, sang pakar menyarankan agar segera dibuat patung burung Elang untuk menangkal kesialan di Pasar Baru.

Menurut pakar Feng Shui itu, ayam sangat takut dengan burung elang. Akhirnya, patung burung elang itu dipasang di atas Toko Populer yang kini milik Ayung, sapaan Burhanudin.

Ternyata, sang pakar tidak salah. Setelah patung burung Elang itu dipasang, Pasar Baru kembali berdenyut. Tepat tahun 1930 kembali pulih dan bergairah.

Pengunjung yang umumnya masyarakat menengah keatas kembali marak. “Ya boleh percaya, boleh juga tidak. Ceritanya begitu, karena orang Cina dulu sangat percaya dengan mitos,” katanya.

Ayung sendiri tidak memercayai mitos tersebut. Tapi menurutnya, cerita tersebut merupakan bagian dari sejarah perjalanan Pasar Baru yang mengalami perjalanan panjang sebagai bagian dari sejarah Kota Jakarta.

Menyapa Gedung Putih Daendels


Bangunan kuno itu terlihat begitu kokoh. Pilar-pilar beton membuat bangunan itu semakin megah. Menempati lahan di sisi timur Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, bangunan itu menyeruak di antaranya gedung pencakar langit.

Dua gerbang raksasa menyambut di muka gedung. Di sela pagar, sebuah papan cetakan bertuliskan ‘Departemen Keuangan’ menempel. Adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang kini berkuasa penuh atas bangunan itu. Aktivitas pengolahan keuangan negara pun terus menggeliat di dalamnya.

Seperti dikutip situs Departemen Keuangan RI, gedung itu menjadi pusat kegiatan pengolahan keuangan sejak jaman penjajahan Belanda dan Jepang. “Bangunan ini masih seperti aslinya,” kata Sapardjo, satpam setempat yang bekerja sejak tahun 1970.

Gedung itu dibangun pada zaman pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels tahun 1809. Rampung 29 tahun kemudian pada masa pemerintahan Gubernur Du Bus.

Batu berukir 'MDCCIX Ondidit Daendels MDCCCXXVII Erexit Du Bus' yang ditempatkan di salah satu dinding mempertegas peran dua gubernur itu. Prasasti itu merupakan batu terakhir pembangunan Gedung Departemen Keuangan.

Gedung tiga lantai itu terbagi tiga bagian. Bagian utama berada ditengah diapit dua bagian di sayap kanan dan kiri. Dua pintu utama berdiri di sayap kanan dan kiri. Pintu raksasa selebar 2 meter itu terbuat dari besi dengan ketebalan mencapai 10 sentimeter. “Kata beberapa senior saya, di sini juga ada penjara bawah tanah tepat di bawah ruangan biro umum lantai satu. Tapi penjara itu sudah ditutup dan tidak boleh ada orang yang masuk,” kata Sapardjo.

Semua bermula saat Daendels memindahkan pusat kota Batavia dari Pasar Ikan ke Weltevreden. Kawasan ini meliputi Jakarta Pusat saat ini dengan batas utara Postweg dan Schoolweg (Jalan Pos dan Jalan Dr Sutomo Pasar Baru), batas timur de Grote Zuidenweg (Gunung Sahari Pasar Senen), dan batas selatan Kramat Raya hingga Parapatan.

Anak revolusi Perancis itu menyulap kawasan yang semula rawa-rawa dan hutan menjadi kamp militer dan pusat pemerintah. Ia pun membangun sebuah istana megah sebagai pusat kegiatannya di Weltevreden.

Istana yang diarsiteki Letnan Kolonel JC Schultze itu disebut Groote Huise (rumah besar). Istana yang juga dikenal sebagai het Witte Huis (Gedung Putih) itulah yang kini difungsikan menjadi Gedung Departemen Keuangan.

Seperti dikutip dari 'Maria van Engels' karya Alwi Shahab, sebuah patung JP Coen, pendiri Batavia, didirikan di depan gedung putih itu sekitar tahun pada 1876. Namun patung itu dihancurkan pemerintah Jepang pada 1942 yang kala itu berkuasa setelah mengalahkan Belanda.

Selain Istana Gedung Putih, Daendels juga meninggalkan kisah di sejumlah bangunan Ibu Kota. Daendels berperan dalam pembangunan lapangan Monas yang dulu dikenal sebagai lapangan Gambir. Ia juga berjasa dalam pembangunan Lapangan Banteng (Waterlooplein) yang dulu difungsikan sebagai tempat latihan perang.

Sedangkan untuk hiburan, Daendels membangun gedung Concordia di kawasan Harmoni. Gedung itu menjadi tempat para elit Belanda berdansa sambil menenggak alkohol dan menghisap cerutu impor dari Belanda.

Jejak Shaolin di Kwitang


Menyusuri kawasan Kwitang akan selalu dikenalkan dengan sebuah Tugu Tani yang menjadi petunjuknya. Tapi, cerita Kwitang tidak hanya pada tugu setinggi kurang lebih sepuluh meter.

Kwitang menurut ceritanya juga terkenal dengan seorang jagoan Betawi. Jagoan Betawi asal Kwitang ini menambah legenda para pesohor silat lainnya seperti Si Pitung atau Jampang yang melegenda hingga ke seluruh pelosok Jakarta.

Namun epik bukan dari sejumlah nama itu saja. Tak banyak orang yang mengetahui ternyata Kampung Kwitang juga memiliki pesilat tangguh yang tak kalah hebatnya. Dia adalah Kwk Tang Kiam.

Kwik Tang Kiam adalah seorang pesilat asal negeri Tiongkok. Kehebatan pemuda ini dalam ilmu bela diri membawa pengaruh bagi warga di kampung Kwitang.

"Dia memang sangat tersohor di kampung ini. Bahkan kata kakek saya, orang Betawi jaman dulu menyebut daerah ini sebagai kampung si Kwik Tang dan akhirnya lama-lama tempat tersebut dinamai Kwitang," kata sesepuh Kwitang, Habib Abdul Rahman kepada VIVAnews, di kediamannya Jalan Kembang V No 50, Kwitang, Jakarta Pusat.

Kisah itu berawal pada abad 17 ketika seorang pengembara dari dataran Tiongkok, Kwik Tang Kiam menjejakkan kakinya di tanah Betawi. Konon, Kwik Tang Kiam telah mengembara ke hampir seluruh pelosok daerah Indonesia.

Di salah satu kampung di Betawi pengembara yang juga pedagang obat-obatan tersebut menetap. Selain piawai dalam meracik obat-obatan, ia juga ahli dalam berolah silat.
Di daerah tempat ia menetap, Kwik Tang Kiam menurunkan ilmu silatnya kepada orang-orang yang tinggal di sekitarnya.

"Banyak orang Betawi di sini yang jago silat, salah satunya Mat Zailani. Aliran silat di sini dikenal dengan sebuatan Si Ulung (perpaduan antara kekuatan fisik dan kebatinan)," ungkap pria 67 tahun itu.

Memang kehebatan ilmu silat Kwik Tang Kiam diakui masyarakat Betawi saat itu. Silat yang diajarkannya menggunakan jurus-jurus ampuh mirip aliran Shaolin yang memadukan unsur tenaga, kekuatan fisik dan kecepatan.

Hal ini sangat berbeda dengan aliran silat Betawi yang lebih menonjolkan ilmu kebatinan. Walau demikian Kwik Tang Kiam mengakui kehebatan ilmu kebatinan silat Betawi.

"Konon sejak itulah Kwik Tang Kiam menetap di kampung ini, dan para sesepuh di sini banyak yang mengatakan dia akhirnya memeluk agama Islam," paparnya.

Cerita lain Kwik Tang Kiam menyebutkan dia adalah seorang tuan tanah yang kaya. Hampir semua tanah yang terdapat di daerah tersebut adalah miliknya.

Saking luasnya tanah milik Kwik Tang kiam, orang Betawi menyebut kampungnye si Kwik Tang. Konon juga Kwik Tang memiliki seorang anak tunggal yang suka berjudi dan mabuk.

Setelah Kwik Tang Kiam meninggal dunia, anaknya yang suka berjudi dan mabuk Kwitang itu malah menjual semua tanah milik bapaknya kepada saudagar keturunan Arab.

Sejak itulah banyak keturunan Arab yang tinggal di Kampung Kwitang.

Selain silat, kampung Kwitang sejak tahun 1890 terkenal dengan sebuah perkumpulan majelis taklimnya. "Warga Betawi di Kwitang agama Islamnya cukup kuat, meskipun banyak warga Tionghoanya," ujarnya.

Lain dulu, lain sekarang. Kini kehebatan para pesilat di kampung Kwitang nyaris tak terdengar.

Bagi masyarakat Jakarta kampung Kwitang selalu identik dengan para penjual buku-buku baru dan bekas, meskipun Pemerintah Provinsi DKI sudah merelokasi para pedagang buku di Kwitang ke Pasar Proyek Senen.

"Ya inilah wajah Kwitang saat ini, tapi jangan lupa anak-anak Kwitang masih jago kalau soal silat. Ente jual, ane beli," selorohnya

Buaya Putih, Kisah Mistik Situ Gintung


Situ Gintung. Kisah tragisnya menyedot ribuan orang untuk menyaksikan sisa keindahan.

Menempati lahan di Cirendeu, Ciputat, Tangerang Selatan, bendungan itu sudah ada sejak pemerintah kolonial. Baru sekitar tahun 1933, Belanda membangunnya sebagai tadah hujan untuk pengairan sawah.

Kala itu, luas situ mencapai 33 hektare dengan kapasitas tampungan air 2,1 juta meter kubik. Namun 76 tahun bertahan, luasnya susut menjadi 21 hektare.

Di sekeliling situ, sawah menghampar indah. Pepohonan rindang pun meneduhkan penghuninya. Sementara satu pulau mungil terpaku di tengah danau.

Sekitar tahun 1980, keindahan Situ Gintung mulai dilirik para pebisnis. Waduk tandon hujan itu digarap menjadi objek wisata alam. Berbagai fasilitas dibangun mulai dari restoran hingga sarana olahraga. "Banyak yang mancing di sini," kata Sa'amin Abdullah, 67, yang sudah 45 tahun bermukim di dekat situ.

Berbagai kegiatan massal pun acapkali digelar di Situ Gintung seperti lomba perkutut, dan lomba memancing. “Banyak juga masyarakat sekitar yang menggantungkan hidup dari sana,” ujarnya.

Di balik daya tarik wisatanya, Situ Gintung ternyata menyimpan sejumlah misteri. Legenda buaya putih salah satunya. Konon, buaya itu adalah jelmaan nenek tua penjaga situ. Sesekali buaya itu muncul di tengah danau dan memangsa penduduk sekitar sebagai tumbal.

Misteri lain adalah kisah pulau mistis di tengah danau yang terkadang muncul, kadang hilang. Pulau itu, konon menjadi tempat tinggal sang penjaga situ. Jika melihat pulau itu, pengunjung bisa terhipnotis untuk menyeberangi danau dan tenggelam. “Pulau itu katanya sering mencari tumbal.”

Sejumlah kisah mistis itulah yang kemudian membuat banyak orang takut beraktivitas di tengah situ. Mereka khawatir akan celaka dan menjadi tumbal penjaga situ.

Pun tragedi jebolnya Situ Gintung. Sebagian warga yang percaya kisah mistis yakin 100 korban tewas dalam musibah malam buta itu menjadi tumbal penjaga situ.
http://metro.vivanews.com/

Operasional PPS Cilacap

My Photo

My Video's

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes