NUSAKAMBANGAN ISLAND

Nusakambangan, Perkawinan Eksotisme Wisata Penjara dan Alam Buana Katulistiwa - Pernahkah Anda membayangkan pengalaman menarik ini: bercengkerama dengan para narapidana “kelas wahid” , merasakan aroma palarian para residivis di alam aslinya, berburu bebatuan, menjelajahi gua dan cagar alam.
Kalau sekadar menikmati tantangan wisata alam, tentu saja sudah biasa. Tapi untuk kontak langsung dengan para narapidana atau melihat kehidupan di dalam terali besi, tentu Anda akan pikir-pikir dulu. Tapi, bagaimanapun, kalau Anda mau dan merasa tertantang dengan semua pengalaman baru ini, Pulau Nusakambangan adalah jawabannya.
Dan, harap maklum, pemandangan begini memang bukanlah hal yang ganjil lagi. Konon hal itu karena konsep pengembangan Pulau Nusakambangan yang bukan lagi mengunci dirinya dengan sebutan “Daerah Terlarang/Tertutup”, tapi daerah yang perlahan membuka diri bagi para wisatawan bahkan bagi penambangan bahan galian C di kawasan G Baturupit, misalnya.
Bahkan, selain menjadi lokasi wisata alternatif yang dilalui jalur wisatawan khususnya yang datang dari kawasan wisata Pangandaran, Jawa Barat, juga impian Pemda Cilacap, yang telah ditetapkan dalam RIPP sebagai salah satu kawasan wisata potensial.
Itu juga sebabnya mengapa setiap akhir pekan, Sabtu dan Minggu atau hari-hari libur lain, pulau ini cukup ramai dikunjungi wisatawan. Dan di Pantai Permisan, Anda akan disambut dengan kerumunan para narapidana yang menghabiskan masa asimilasi (tidak lagi “menginap” di dalam jeruji besi lembaga pemasyarakatan) dengan menjajakan barang dagangan seperti batu cincin.
Tak sulit memang. Anda hanya perlu membayar ongkos ferry Rp20.000,- per orang dari Wijayapura (Cilacap) ke Sodong (Nusakambangan). Ferry ini adalah kapal milik Depkum dan HAM. Kalau Anda membawa mobil, cukup dengan ongkos Rp 60.000,- per mobil. Tentu saja setelah pemeriksaan dulu di pos dermaga Sodong. Ongkos-ongkos tadi tentu saja tidak ditarik dari para petugas Lapas dan keluarganya yang setiap hari memang selalu hilir-mudik Cilacap-Nusakambangan.
Lepas dari Sodong, Anda akan dibawa kepada perburuan alam dan eksotisme bangunan-bangunan Lapas tua yang ada di sepanjang jalan sepi dengan aroma pepohanan yang rimbun. Menuju Lapas Batu, Anda juga bisa mampir melihat keunikan alam, yang memang banyak terdapat di pulau ini.
Mau pantai dengan pasir yang indah, Anda bisa melangsir ke Pantai Pasir Putih, Pantai Permisan atau Pantai Gareman. Mau menelusuri gua, silakan datang ke Gua Ratu, Gua Merah, Gua Ular, Gua Rangkung, Gua Macan, Gua Salak, Gua Masigit Sela dan Gua Maria. Atau mau mandi di Pemandian Brambang, dan menikmati sejuknya hutan alami di Cagar Alam.
Di sana-sini, Anda akan menemukan beberapa bangunan Lapas tua yang sudah rontok pasti memancing rasa ingin tahu mengenai sejarahnya.
Sebagaimana dijelaskan Kalapas Batu ,yang juga Koordinator Lapas-lapas yang ada di Nusakambangan, Drs Prianto Sudijanto belum lama ini, sejak zaman Belanda, ada sembilan Lapas di pulau ini, yaitu Lapas Karang Tengah (Dibangun 1927), Lapas Gliger (1925), Lapas Limus Buntu (1935), Lapas Nirbaya (1912), Lapas Batu (1935), Lapas Besi (1927), Lapas Kembang Kuning (1950), Lapas Permisan (1928) dan Lapas Karang Anyar (1912).
Kesembilan Lapas ini dibangun tersebar dari bagian Timur ke bagian Barat pulau yang berluas sekitar 21.000 hektar dan menjadi milik Departemen Van Justitie yang pengawasannya dan pengelolaannya langsung di bawah kewenangan Menteri Kehakiman dan HAM. Hal ini berdasarkan Ordonansi Staatblad Nomor 25 tanggal 10 Agustus 1912 dan Staatblad Nomor 34 tanggal 4 Juni 1937 yang ditandatangani Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Selain itu, Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 24 Juli 1922, dan dalam Berita Negara Hindia Belanda tahun 1928, menyebutkan bahwa keseluruhan Pulau Nusakambangan merupakan tempat penjara dan daerah terlarang.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, lima dari sembilan Lapas tadi sudah rontok, sehingga kini hanya tertinggal empat Lapas saja, yaitu Lapas Batu, Lapas Besi (Lapas Narkoba), Lapas Kembang Kuning dan Lapas Permisan. Seiring dengan itu pula, pada tanggal 27 April 1964 sistem kepenjaraan diubah menjadi sistem pemasyarakatan, serta istilah penjara diganti menjadi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Sisa-sisa Lapas tua yang sudah rontok itu dibiarkan saja begitu, termasuk beberapa rumah tuanya, sehingga jika pengunjung melewati jalan dari Sodong ke Lapas Batu, Lapas Besi, terus ke Barat ke Lapas Kembang Kuning dan yang terjauh (sekitar 8 Km) Lapas Permisan, maka dapat disaksikan sisa-sisa bangunan itu menjadi pemandangan yang menarik.
Berdasarkan statistik, jumlah penghuni di Lapas Batu 206 orang (kapasitasnya 500 orang), terdiri dari hukuman mati (4 orang), seumur hidup (8 orang), GAM (26 orang). Hutomo Mandala Putra (Tommy) dan Bob Hasan (mantan) ada di Lapas ini. Lapas Besi 142 orang, hukuman mati (3 orang), seumur hidup (tidak ada). Satu dari tiga hukuman mati itu adalah warga negara Nigeria dalam kasus narkoba, Okwagili, yang selama 2,5 tahun di Lapas yang dipimpin Ilham Djaya ini, menghabiskan waktunya dengan menciptakan 21 lagu-lagu rohani berbahasa Inggris yang kini sedang dirilis di Jakarta.
Di Lapas Kembang Kuning 155 orang, dengan hukuman mati (2 orang), seumur hidup (1 orang), GAM (20 orang), korupsi (5 orang). Sedang di Lapas Permisan, 171 orang, dengan hukuman mati (3 orang).
Pemerintah sendiri rupanya memiliki rencana yang lebih ekstensif lagi untuk menggunakan Nusakambangan sebagai pulau “penjara”, antara lain dengan berusaha membangun tiga Lapas baru, diantaranya Lapas terbuka dan Lapas Super Maximum Security (SMS) yang diperuntukkan bagi pelaku kejahatan yang memerlukan pengamanan super ketat.
Tak dapat disangkal, keberadaan Pulau Nusakambangan ini menjadi sangat menarik untuk digali lebih jauh sebagai sebuah destinasi wisata. Seperti disebutkan terdahulu bangunan-bangunan penjara tua yang bertebaran di sepanjang jalan itu misalnya memang menjadi situs-situs wisata Lapas asli, termasuk berbagai peninggalan lain seperti Mercusuar atau menara jaga, rumah-rumah lama, yang mengandung konten pendidikan yang tinggi nilainya. Namun, sayangnya, perlu diperlengkapi, misalnya dengan pencantuman berbagai keterangan, soal sejarah, siapa saja mantan penghuni, bagaimana kejadian-kejadian menarik pernah terjadi dan seterusnya.
Demikian pula dengan keberadaan para narapidana yang dibiarkan lepas di sekitar Nusakambangan untuk menjalani proses asimilasi atau sosialisasi setelah menjalani hukuman lebih ? masa hukuman di dalam sel. Hal ini memang memberikan pemandangan asli yang menarik, namun perlu menjadi perhatian khusus menyangkut kenyamanan kunjungan, terutama jika para narapidana itu dibiarkan melakukan sedikit pemaksaan bagi pengunjung untuk membeli bebatuan cincin yang merupakan salah satu alternatif kesibukan mereka sebelum pulang.
Terakhir, para pengusaha wisata seharusnya saat ini sudah harus membidik pulau ini sebagai sebuah destinasi yang pantas untuk dikembangkan, antara lain dengan penyusunan paket yang menantang, dengan menggandeng pihak Depkum dan HAM serta Pemda Cilacap untuk mengembangkannya. Termasuk, misalnya, menindak lanjuti pendirian berbagai fasilitas pendukung seperti sekolah tinggi khusus masalah pemasyarakatan di sana termasuk para pendukungnya. Hal itu akan membuat wisata ini menjadi semakin bermakna dan menarik sebagai wisata pendidikan. (bj)

http://www.geografiana.com/nasional/wisata/nusakambangan-perkawinan-eksotisme-wisata-penjara-dan-alam-3


http://chulay.webs.com/

No Response to "NUSAKAMBANGAN ISLAND"

Posting Komentar

Operasional PPS Cilacap

My Photo

My Video's

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes